Cinta
Datang Terlambat
Silvia
Dewi Yasmaniar
Semilir
angin berhembus menusuk tulang. Hujan rintik mulai bertaburan seperti daun yang
bertebaran. Sore itu dua orang murid kelas dua belas sedang berteduh. Tapi,
hujan justru semakin lama semakin deras. Mereka berdua memutuskan untuk rela
basah demi sampai di rumah. Tetes hujan turun membasahi bumi dan isinya.
Termasuk mereka.
“Ayo cepat! Sebentar lagi kita
sampai rumah,” kata murid laki-laki tersebut, sebut saja Agia.
“Tapi aku masih ingin menikmati
suasana ini. Jarang-jarang kan kamu bisa hujan-hujanan sama cewe lucu seperti
aku,” kata Ardena.
“Nanti kalo kamu sakit gimana?” Ujar
Agia.
“Itu tandanya aku lagi disayang sama
Allah,” jawab Ardena sambil tersenyum.
Agia hanya terdiam. Dia memang
selalu kalah bicara dengan sahabatnya itu. Walaupun demikian, Agia tetap
menyukai itu karena memang ada benarnya juga perkataan Ardena. Memang
perkataannya itu bijak, tapi sikapnya masih kekanak-kanakan. Dia masih manja.
Tak lama kemudian mereka terpisah di
sebuah gang karena rumah mereka berjauhan tapi searah.
***
Ardena adalah sahabat Agia yang
paling baik. Mereka sangat dekat sekali melebihi sepasang kekasih. Padahal,
Ardena sudah memiliki seorang kekasih. Agia dan Ardena bukanlah sahabat sejak
kecil, melainkan sejak duduk di bangku SMA. Mereka juga tak pernah berada dalam
satu kelas yang sama. Tapi, mereka terlihat sangat akrab. Mereka akrab karena
sebuah ekskul yang mereka ikuti. Faktor sms pun menjadi salah satu penyebab
kedekatan mereka.
Ada sifat Ardena yang Agia tak suka.
Ardena ini sering ganti-ganti pacar. Umur hubungannya tak pernah lebih dari
satu bulan. Agia tak suka Ardena berbuat seperti itu. Agia ingin Ardena setia
dengan pasangannya. Sedangkan Agia, jangankan mempunyai pacar, indahnya cinta
pertama pun belum pernah ia rasakan. Walaupun sifat mereka berlawanan, itu
tidak menjadi penghambat persahabatan mereka.
Mereka juga sering melakukan tanding
hasil ulangan. Semacam taruhan, tapi dapat menumbuhkan semangat belajar. Walau
Ardena sering disibukkan dengan pacaran, tapi Ardenalah yang selalu menang dari
taruhan tersebut. Agia sangat bangga pada Ardena. Ardena sering ribut dengan pacarnya, tapi itu semua tak berpengaruh dalam nilainya.
Agia sering binggung cara belajar Ardena.
***
Besok adalah hari terpenting bagi
semua anak SMA kelas dua belas. Mereka serempak melaksanakan ujian nasional.
Agia pun tak mau ketinggalan. Tapi, ia sangat sedih sekali. Sebentar lagi ia
tidak bisa bersama dengan Ardena lagi. Ia akan melanjutkan sekolah di Bandung.
Ia ingin menggapai mimpinya untuk mejadi guru Biologi.
Tiba-tiba ia sangat merindukan
Ardena. Ia langsung mengambil ponselnya dan mengirim pesan untuk Ardena.
Assalamalaikum.
yek, kamu hari ini ada acara? Aku bosen di rumah. Ini kan hari libur, aku mau
ke rumah jeyek boleh? Aku mau ajak jeyek ke suatu tempat yang bagus. Jeyek mau ga?
Sekarang
Wel? Ko tumben mendadak gini. Iya aku mau.
Aku
jemput kamu jam 10 ya J
Iya
Wel J emang kamu mau ajak aku kemana?
Kemana aja juga boleh.
Nanti juga kamu tau Yek. Yang pasti buat ngilangin demam sebelum ujian besok.
Ihh bawel pelit banget.
Ihh jeyek kepo banget.
Yaudah aku mau siap-siap dulu Yek.
Iya Wel, aku tunggu.
Keduanya telah mengakhiri pesan
tersebut dan bersiap-siap untuk pergi. Tak lama kemudian Agia sampai di rumah
Ardena. Agia pun langsung mengajak Ardena pergi.
Mereka sampai di suatu tempat yang
indah. Sebuah danau yang dikelilingi oleh pepohonan yang rindang. Angin
sepoi-sepoi yang berhembus tenang seakan membawa kedamaian. Senyum manis Ardena
membuat Agia bahagia.
“Wel, ini indah banget.” Kata Ardena
sambil meliaht ke sekeliling.
“Ini tempat istimewa bagiku. Kata
Ibuku, disinilah tempat ia mendapatkan kedamaian hati. Di sini pula ia
menemukan pasangan hidup yang setia. Kelak aku ingin seperti beliau,” kata
Agia.
“Wel, apa cinta tak pernah mampir
dalam hidup kamu? Apa kamu ga mau pacaran seperti temen-temen kamu,” mulut
Ardena tak sengaja mengucapkan seperti itu.
“Cinta selau hadir dalam hidup aku,
tapi urusan pacaran ga terpikirkan sampai sekarang. Aku ingin bahagiakan dulu
orang tuaku, baru ku bahagiakan orang lain. Yek, kamu mau kuliah di mana?” Agia
langsung mengalihkan pembicaraan.
“Kuliah? UNPAD Bandung,” jawab
Ardena singkat.
“Aku juga mau di situ. Nanti kita
bisa sama-sama lagi Yek. Kamu akan menjadi Guru Matematika dan aku Guru
Biologi. Itu kan yang kamu mau?” kata Agia.
“Iya Wel. Tapi, apa kita bisa
sama-sama terus? Aku gak mau jauh dari kamu Wel. Aku lebih memilih kehilangan
seribu pacar daripada kehilangan sahabat terbaikku. Ya walau sahabat aku ini
bawelnya lebih dari ibu-ibu gosip,” kata Ardena.
“Janji ya kita akan jadi sahabat
sejati,” kata Agia sambil mengarahkan kelingkingnya ke depanwajah Ardena.
Ardena hanya terdiam. Tapi air
matanya menetes.
“Kamu kenapa nangis?” Tanya Agia
kaget.
“Aku takut ga bisa tepatin janji
itu. Aku takut kalau aku harus pergi ninggalin kamu,” kata Ardena sambil
menangis.
“Kamu ga akan pergi. Kita masih bisa
ketemu walau gak tiap hari. Aku akan sering main ke rumah kamu Yek. Aku sayang
kamu seperti sayang kepada adikku sendiri,” Kata Agia sambil menghapus air mata
Ardena.
“Aku juga sayang kamu seperti sayang
kepada kakakku sendiri. Makasih Wel udah warnain hidup aku. Kamu selalu
bersikap dewasa dalam menghadapi aku, walau dari segi usia kita hanya beda enam
hari, tapi serasa kamu enam tahun lebih dewasa dari aku,” kata Ardena.
Tak terasa mentari hampir selesai
bertugas. Semua kebersamaan itu berakhir dengan cepat karena waktu yang tidak mendukung. Agia dan Ardena pun meninggalkan tempat itu.
***
Mentari
telah bangkit dari ufuk timur. Sejuk pagi mulai terasa sampai ke pori-pori.
Manusia telah siap memulai aktivitasnya. Tak terasa hari ini telah
terselesaikan dengan cepat. Memang hari-hari setelah ujian terasa sangat
santai. Hanya mengurus pendaftaran kuliah saja. Agia pulang ke rumah dengan
berjalan kaki. Dari kejauhan ia melihat seseorang yang ia kenal. Ardena. Ia
menemukan Ardena tengah berjalan sendiri. Ia langsung mempercepat langkahnya
untuk menggapai Ardena.
“Yek,
kamu pulang sendiri? Mana pacarmu?” Tanya Agia.
“Aku
putus Wel,” jawab Ardena singkat.
“Putus?”
Jawab Agia kaget.
“Iya
Gi,” kata Ardena.
“Dua
minggu yang lalu kamu putus, dan sekarang kamu udah putus lagi? Yek, bisa ga
hubungan kamu bertahan lama? Aku sering kesel sama kamu gara-gara kamu
gant-ganti pacar terus,” kata Agia dengan panjang lebar.
“Gi,
inilah aku. Aku ga mau menutupi sifatku. Aku ga ma menjadi orang lain dalam hidupku.
Aku senang melakukannya. Mungkin aku mudah meninggalkan orang lain, tapi aku
akan sulit lepas dari kamu,” kata Ardena sambil menatap Agia.
“De,
cukup! Ini yang terakhir kali aku tau kamu putus dengan cepat. Aku ga suka kamu
seperti itu!” kata Agia dengan nada agak naik.
“Gi,
kamu boleh membenciku. Tapi, aku ga suka kamu bentak kaya tadi. Aku tau aku
salah, tapi aku paling ga suka sama cowo yang kasar Gi, kamu tau kan?” kata
Ardena sambil meneteskan air mata lalu berlari meningalkan Agia.
Agia
hanya diam ia tak mau mengejar Ardena karena ia tau jika Ardena menangis, pasti
dia ingin sendiri. Agia pun melanjutkan perjalannya sendirian.
***
Sorenya,
Agia datang ke rumah Ardena untuk meminta maaf. Ia sangat merasa bersalah atas
apa yang terjadi tadi siang. Merekapun akhirnya bertemu.
“Yek,
kamu masih kesel sama aku ya?” Tanya Agia.
Ardena
hanya terdiam.
“Aku
minta maaf Yek.
“Kamu
kan tau kalau aku ga suka dibentak!” Kata Ardena.
“Aku
lupa,” ujar Agia
“Tapi
Wel, Happy Birthday. Akhirnya aku bisa kerjain kamu. Muka kamu lucu banget
waktu minta maaf Wel,” kata Ardena sambil tersenyum gembira.
Muka
Agia seketika memerah. Ia kaget kalau kejadian tadi hanya sandiwara saja.
“Yek,
kamu jail banget sih. Dari tadi siang aku kepikiran itu terus. Makasih ya
surprisenya. Aku aja sampe lupa kalo hari ini ulang tahun aku. Thanks my
jeyek,” kata Agia sambil menarik hidung Ardena.
“Pokoknya di hari spesial aku nanti
kamu bisa buat aku tersenyum. Inget kan? So, jangan ingkar janji,” kata Ardena
tersenyum.
“Pasti
inget dong. Kan Cuma beda enam hari aja,” ujar Agia.
“Aku mau di hari itu kita ketemuan
di temapt biasa jam empat sore,” kata Ardena.
“Oke, tapi aku mau kamu tampil beda
dari biasanya ya minimal ga terlalu jeyek,” ejek Agia.
“Aku juga mau kalo kamu gak banyak
omong,” ejek balik Ardena.
***
Hari yang dinanti Ardena telah tiba.
Ini adalah hari ulang tahunnya yang ke-18. Ia ingin tampil berbeda di hadapan
sahabatnya tersebut. Sesuai janji, Ardena sampai di tempat itu pukul empat tepat. Tapi, Ardena tak melihat sosok Agia di
sana. Hanya suara angin berbisik yang terdengar. Ia pun duduk di sebuah kursi
yang ada di pinggir danau. Ia sabar menunggu Agia. Kini matahari sudah pamit.
Dua jam Ardena menunggu, namun tak ada hasil. Ia mulai kesal. Tiba-tiba, ada
dua telapak tangan menutupi matanya. Ia sangat kaget. Ternyata itu Agia. Ardena
sangat senang sekali. Kini dua jam penantiannya telah terbayar dengan
kedatangan Agia.
“Bawel dari mana aja? Aku ngantuk
nunggu kamu. Hamir dua jam aku duduk sendiri di sini,” ucap Ardena kesal.
“Iya
maaf jeyek. Happy birthday my jeyek. Ini buat kamu. Udah jangan cemberut terus,
malah tambah jeyek,” kata Agia sambil memberi kado ulang tahun.
“Aku
punya sesuatu buat kamu Wel,” kata Ardena sambil memberi sebuah kotak kepada
Agia.
“Kamu
kenapa kasih ini buat aku? Kan kamu yang ulang tahun, kenapa aku juga dapet
kado?” Agia kebingungan.
“Bukanya
nanti di rumah ya. Aku cape nunggu kamu tadi, aku mau tidur dulu, tapi aku
masih kangen sama kamu Wel,” kata Ardena sambil menempelkan kepalanya di pundak
Agia.
“Aku
juga kangen kamu Jeyek. Yek, aku boleh bilang sesuatu gak ke kamu?” Kata Agia
singkat.
“Hmmm...”
Ardena hanya menjawab demikian.
“Ini
serius Yek. Aku mau jujur kalau sebenernya kamu itu cinta pertama aku. Rasa ini
tumbuh saat aku dekat dengan kamu. Aku sedih kalau harus jauh dari kamu. Maaf
Yek, aku nodai persahabatan kita dengan cinta yang mungkin aku belum paham
artinya. Yek, apa kamu mau jadi pacar aku?” Agia mengungkapkan isi hatinya.
Tak
ada suara yang keluar dari mulut Ardena.
“Yek!”
Panggil Agia.
Karena
penasaran akan jawaban Ardena, Agia pun mencoba menatap Ardena. Agia terkejut.
Darah segar mengalir dari hidung sahabatnya itu. Mukan Ardena berubah pucat. Tubuhnya
dingin.
“Yek
kamu kenapa? Bangun Yek! Bangun!” Kata Agia sambil menghapus darah yang keluar
dari hidung Ardena.
Agia
lalu membuka isi kotak pemberian terakhir Ardena. Isinya hanyalah foto-foto
Ardena dan Agia serta sepucuk surat.
For My Bawel
Apa kabar Bawel ?
Simpen ya foto-foto kita! Wel ada sesuatu yang selama ini aku sembunyiin dari kamu.
Ini tentang penyakit aku. Kenapa aku sering ganti-ganti pacar itu karena saat
aku ceritakan penyakitku ke setiap pacar aku, mereka langsung mendadak putusin
aku. Aku gak mau cerita karena aku takut kalau kamu seperti mereka. Aku takut kehilangan
kamu. Aku lebih memilih kehilangan seribu pacar dari pada aku harus kehilangan
sahabat terbaikku. Ada satu lagi yang mau aku ungkapin. Aku jatuh cinta sama
kamu Wel. Sebenarnya aku gak tahan buat pendam rasa ini, tapi kamu kan gak akan
mau menemukan cinta sebelum kamu buat orang tua kamu bahagia dan aku gak mau
cintaku bertepuk sebelah tangan. Maaf Wel aku gak bisa tepatin janji kita untuk
jadi sahabat sejati. Rasa ini yang telah mengingkari janji suci kita. Walau
kasihku tak sampai, asal kamu bahagia, aku pun bahagia. Jika kamu merindukanku,
maka tersenyumlah. Disitulah aku akan hadir karena aku sangat menyukai
senyumanmu.
Wel, makasih Ya. Karena
kamu, aku bisa bertahan hidup lebih lama dari waktu yang telah dokter
perkirakan.
Jeyek sayang Bawel
Ardena
Aulia
“Andai kasih ini bisa sampai tepat
waktu, mungkin aku sangat bahagia. Aku terlalu tak percaya apa itu cinta. Aku
terlalu takut menghadapinya. Tapi, kamu telah membuatku dapat merasakan
indahnya cinta pertama dan pedihnya kehilangan. Aku akan wujudkan cita-cita
kamu Yek. Aku akan ambil jurusan Matematika agar kamu tetap terasa dan akan
selalu ada di hatiku,” kata Agia sambil menatap jasad Ardena.
“Ku coba untuk melawan hati. Tapi hampa terasa di sini tanpamu.
Bagiku semua sangat berarti lagi. Ku ingin kau di sini tepiskan sepiku bersamamu.
Tak kan pernah ada yang lain di sisi. Segenap jiwa hanya untuk mu. Dan tak kan
mungkin ada yang di sisi. Ku ingin kau disini tepiskan sepiku bersama mu. Hingga
akhir waktu,” Agia bersenandung.
Ardena
telah pergi selamanya. Agia sungguh sedih sekali. Inilah cerita cinta Agia dan
Ardena yang tak sampai. Sebisa apapun Agia dan Ardena menutupi perasaannya,
lama-kelamaan pasti ketahuan juga. Cinta memang sulit ditebak. Cinta tak tentu
kapan akan datang dan kapan harus pergi.
~SELESAI~
Komentar
Posting Komentar