Langsung ke konten utama

Makalah Pendidikan Seni sebagai penggembangan fungsi jiwa



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pendidikan Seni dipakai sebagai mata pelajaran pada pendidikan sekolah didasarkan pada pemikiran bahwa, pertama, pendidikan seni memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural. Multilingual berarti melalui pendidikan seni dikembangkan kemampuan mengekspresikan diri dengan berbagai bahasa rupa, bunyi, gerak, dan paduannya. Multidimensional berarti dengan seni dapat dikembangkan kompetensi dasar anak yang mencakup persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, dan produktivitas dalam menyeimbangkan fungsi otak kanan dan kiri, dengan memadukan unsur logika, etika dan estetika. Multikultural berarti pendidikan seni bertujuan menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan berapresiasi terhadap keragaman budaya lokal dan global sebagai pembentukan sikap menghargai, toleran, demokratis, beradab, dan hidup rukun dalam masyarakat dan budaya yang majemuk (Depdiknas 2001:7). Pendidikan seni meliputi semua bentuk kegiatan tentang aktivitas fisik dan nonfisik yang tertuang dalam kegiatan berekspresi, bereksplorasi, berkreasi dan berapresiasi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran. (Rohidi 2000:7). Melalui pendidikan seni anak dilatih untuk memperoleh keterampilan dan pengalaman mencipta yang disesuaikan dengan lingkungan alam dan budaya setempat serta untuk memahami, menganalisis, dan menghargai karya seni. Tegasnya pendidikan seni di sekolah dapat menjadi media yang efektif dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan, kreativitas, dan sensitivitas anak.
Tujuan pendidikan seni juga dapat dilihat sebagai upaya untuk mengembangkan sikap agar anak mampu berkreasi dan peka terhadap seni atau memberikan kemampuan dalam berkarya dan berapresiasi seni. Kedua jenis kemampuan ini menjadi penting artinya karena dinamika kehidupan sosial manusia dan nilai-nilai estetis mempunyai sumbangan terhadap kebahagiaan
manusia di samping mencerdaskannya. Pendidikan seni, dapat dijadikan sebagai salah satu sarana dalam membentuk jiwa dan kepribadian anak. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Plato (dalam dalam Rohidi 2000:79) bahwa pendidikan seni dapat dijadikan dasar untuk membentuk kepribadian. Dalam hubungan ini seni merupakan bidang ilmu yang perlu dipelajari dan diapresiasi oleh peserta didik karena mengandung nili-nilai dan bermanfaat dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya diperlukan rancangan yang berkaitan dengan proses pelaksanaan pembelajaran seni, baik kurikulum, metode, sarana maupun alat penunjangnya, dan juga tidak meninggalkan lingkungan sosial budaya setempat.

1.2  Rumusan Masalah
·         Bagaimana konsep seni secara umum?
·         Bagaimana fungsi seni dalam pengembangan fungsi-fungsi jiwa?
1.3  Tujuan
·         Menjelaskan tentang konsep seni secara umum
·         Menjelaskan bahwa seni sebagai pengembangan fungsi-fungsi jiwa





















BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Konsep Seni Secara Umum
Pendidikan seni sebagai bentuk untuk membentuk sikap dan kepribadian  anak yang mempunyai fungsi-fungsi jiwa yang meliputi fantasi, sensitivitas,  kreativitas dan ekspresi. Seseorang anak dapat berfantasi terhadap hasil karyanya,  melalui perasaan anak menuangkan ide gagasannya kedalam hasil karya  menjadikan anak sensitivitas, menjadikan anak memiliki kreativitas yang baik,  dan mengekspresikan hasil karya seni.  Emanuel Kant (Hajar Pamadi, 2012: 247) menyatakan bahwa pendidikan  seni adalah rasionalisasi, seni melalui keindahan. Keindahan adalah sesuatu yang  dapat diukur menggunakan alat tertentu dan sesuai kebutuhan. Rasionalisasi keindahan dapat dilihat dari susunan, keseimbangan, maupun maknanya.  Ketiganya merupakan prinsip dalam menciptakan karya seni. Sumanto (2005: 7)  menyatakan tentang pengertian seni sebagai berikut:  
Seni adalah hasil atau proses kerja dan gagasan manusia melibatkan  kemampuan trampil, kreatif, kepekaan indera, kepekaan hati dan piker  untuk menghasilkan suatu karya yang memiliki kesan keindahan, keselarasan, bernilai seni dan lainnya. Belajar seni merupakan pemahaman estetika (keindahan) dan  pengungkapan kembali estetika dalam sebuah karya seni. Memahami estetika  merupakan peristiwa memasukkan estetika melalui pengindraan rasa dan pikir  untuk mengobyektifikasikan. Belajar seni atau estetika melalui metode  kontruktivisme adalah peserta didik akan mendapatkan objek keindahan melalui  pengalaman langsung, anak akan mengamati sebuah karya seni, dan akhirnya  dapat mencontoh atau menirukan sehingga merasakan dan mengalami indahnya  proses, bentuk dan hasilnya. Keindahan ini bisa dirasakan tapi sulit dikatakan, dengan bahasa kata melainkan bahasa simbol, jadi keindahan adalah sebuah simbol-simbol objektifikasi.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditegaskan bahwa pendidikan seni adalah  berkaitan dengan keindahan hasil karya yang dibuat seseorang. Melalui  pengalaman anak dapat menuangkan ide gagasannya ke dalam karya seni.  Pendidikan seni dapat menjadikan otak kanan dan otak kiri berkembang secara  baik. Pendidikan seni dalam penelitian ini adalah pendidikan seni rupa yang  berupa seni lukis. Pada kegiatan seni melukis adalah ungkapan melalui simbol-Simbol yang mempunyai makna terhadap objek yang dihasilkan. Fantasi,  sensitivitas, kreativitas dan ekspresi semua itu terbentuk pada pendidikan seni.
2.2  Seni sebagai Pengembangan Fungsi-Fungsi Jiwa
2.2.1        Pengembangan Fantasi
Fantasi adalah daya untuk membentuk tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan yang sudah ada, dan tanggapan baru itu  tidak harus sesuai dengan objek-objek yang ada. Dalam konteks seni rupa  fantasi tersebut adalah fantasi yang disadari secara aktif dalam mencipta, yakni fantasi yang terjadi dengan disengaja, dan ada usaha subjek untuk masuk ke dunia imajinair yang dikendalikan oleh pikiran dan kemauan untuk menciptakan tanggapan-tanggapan baru. Misalnya menciptakan sebuah lukisan tentang padang pasir dengan tanpa melihat objek padang pasir, namun dengan pengalamannya yang pernah melihat objek lapangan yang penuh dengan rumput dan tumbuhan, kemudian  dihilangkan rumput dan tumbuhannya dalam lukisannya. Dalam hal ini guru sebaiknya tidak memberikan contoh dalam wujud apapun, namun memunculkan kembali pengalaman siswa untuk dituangkan dalam wujud karya.

2.2.2        Pengembangan Sensitivitas
Sensitivitas adalah bagian pertama dari sifat kreatif, bahkan kreatif tidak mungkin diciptakan tanpa adanya pengalaman sensitif. Sensitif adalah kepekaan terhadap setiap rangsangan yang datang dari luar, maupun kepekaan terhadap komposisi bentuk yang menarik dari sekitarnya. Dengan kepekaan seperti itu maka jiwa akan menjadi kaya oleh berbagai pengalaman yang masuk, dan kekayaan tersebut akan selalu siap untuk dumunculkan kembali.
Sensitif berarti mudah menerima, perasa terhadap rangsangan, mudah mencerap suatu rangsangan, dan dapat menghayati sesuatu. Peranan guru yang diharapkan adalah mengembangkan sensitivitas atau kepekaan yang telah dimiliki siswa. Terutama, peka terhadap lingkungan dengan cara melatih mengamati, menghayati dan menyadari lingkungan yang mengandung berbagai masalah. Siswa diberi kesempatan menggunakan panca inderanya seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, dan peraba yang menjadi dasar cerapan. Dengan demikian sebelum berkarya siswa diharuskan untuk mengamati objek dengan berbagai maslahnya sebelum dituangkan di atas media karya seni rupa.
Kekuatan sensitivitas dan kre­a­ti­vitas sangat besar, dengan leluasa dan kebebasan kreati­vi­tasnya. Mere­ka melahirkan ungkapan simbol-sim­bol dari eks­presi karyanya. Ungkapan  pe­­nuh dengan kesan reaksinya ter­hadap apa yang dilihat, di­amati dan dialaminya. Tidak mengenal pro­porsi, sapuan war­nanya  sebegai ben­da eks­presi dalam tatanan  warna yang bebas.
Tanpa memperdulikan ke­­nyataan yang ada di alam. Sebagai mana orang dewasa me­lihat daun ber­warna hijau, atau awan berwarna biru . Awan dapat saja berwarna hitam atau merah , daun berwarna  coklat  atau­pun dapat berwarna ku­ning. Sensitivitas sangat tinggi ini­lah yang harus dipupuk. Kepekaan ra­sanya ter­asah sam­pai beranjak remaja, de­wasa. Justru sensitivitas ini se­nantiasa dibekukan dengan ber­bagai pa­ham, dokrin yang disam­pai­kan  - dipesan orang tua atau guru. Ke­­nyataan ini dapat kita rasa­kan da­lam kehidupan nyata saat ini kita se­makin menipis rasa ke­pekaan dan kepedu­lian terha­dap sesama.

2.2.3        Pengembangan Kreativitas
1.      Pengertian Kreativitas
Semua orang tahu akan pentingnya kreativitas bagi individu dan masyarakat. Di masa lampau, orang yang kreatif ditemukan hanya jika mereka telah membuat suatu produk yang orisinil. Padahal pengertian atau maksud dari kreativitas tidak hanya terbatas seperti itu saja. Kreativitas aalah kemampuan sesorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak ada yang membuatnya. Ia dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman, tetapi mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru. Hasil dari sebuah kreativitas dapat berupa produk seni, kesusastraan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat procedural atau metodologis.

Unsur karakteristik kreativitas, yaitu antara lain :
1. Kreativitas merupakan proses, bukan hasil.
2. Proses itu mempunyai tujuan yang mendatangkan keuntungan bagi orang itu sendiri atau kelompok sosialnya.
3. Kreativitas mengarah pada penciptaan sesuatu yang baru, berbeda dan karenanya unik bagi orang itu, baik berbentuk lisan atau tulisan, maupun konkret atau abstrak.
4. Kreativitas muncul dari pemikiran divergen, lain halnya dengan konformitas atau pemecahan masalah sehari-hari yang timbul dari pemikiran konvergen.
5. Kreativitas merupakan suatu cara berpikir yang tidak sama dengan kecerdasan, yang mencakup kemampuan mental selain berpikir.
6.  Kemampuan untuk mencipta bergantung pada pengetahuan yang diterima.
7. Kreativitas merupakan bentuk imajinasi yang dikendalikan yang menjurus kearah  beberapa bentuk prestasi.

Pada umumnya, kreativitas diartikan dengan daya atau kemampuan untuk mencipta, tetapi sebenarnya kreativitas memiliki arti yang lebih yaitu meliputi :
1. Kelancaran menanggapi suatu masalah, ide atau materi.
2. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam setiap situasi.
3. Memiliki keaslian atau selalu dapat mengungkapkan sesuatu yang lain daripada yang lain.
4. Mampu berpikir secara integral, bisa menghubungkan yang satu dengan yang lain serta dapat membuat analisis yang tepat.

2.      Kebutuhan akan Kreativitas

Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreativitas sangatlah terasa. misalnya saja pada jaman tekhnologi saat ini. Kita menghadapi macam-macam tantangan baik dalam bidang ekonomi, kesehatan, politik maupun dalam bidang budaya dan social. Peningkatan otomatisasi dalam perusahaan modern mempunyai dampak berkurangnya tuntutan pemikiran yang konstruktif, pekerjaan pun menjadi lebih ringan dan  cepat selesai sehingga para pekerja memiliki banyak waktu luang. Namun, banyaknya waktu luang ini tidak dimanfaatkan dengan baik untuk penyaluran energy ke usaha atau ke kegiatan kreatif, yang biasanya dilakukan oleh sebagian besar orang adalah mereka cenderung mengikuti hiburan secara pasif atau melakukan kegiatan kelompok yang semuanya sudah ditentukan aturan mainnya. Bahkan dalam kehidupan pribadi dan keluarga tampak kecenderungan kuat ke arah pensteroetipan (klise), seakan-akan perilaku orisinil atau  yang “lain daripada yang lain” dirasakan sebagai sesuatu yang aneh dan bahkan berbahaya.
Kemajuan teknologi dan ledakan penduduk yang disertai dengan berkurangnya persediaan sumber-sumber alami di lain pihak, lebih-lebih lagi menuntut setiap orang untuk dapat beradaptasi dengan memiliki pemikiran dan kemampuan yang kreatif serta pemecahan yang imajinatif. Kesadaran akan pentingnya kreativitas dewasa ini telah dirasakan oleh sebagian besar orang. Bahkan banyak perusahaan dan bahkan departemen pemerintahan membutuhkan orang-orang yang meiliki potensi kreatif, akan tetapi kebutuhan ini belum cukup dapat dilayani.

3.      Pembinaan Kreativitas melalui Pendidikan Seni di Sekolah Dasar
Anak usia SD merupakan masa keemasan berekspresi kreatif. Kadar kreativitas anak masih sangat tinggi. anak dapat melakukan kegiatan berolah seni secara wajar dan spontan, karena daya nalar anak belum sampai membatasi keleluasaan untuk berkarya secara murni dan lugu. Ungkapan perasaan anak yang masih polos memungkinkan mereka untuk berekspresi secara wajar dan penuh spontan sehingga proses tersebut memiliki kebermaknaan bagi perkembangan mereka. Masa anak-anak merupakan awal berkembangnya kreativitas. Kreativitas tampak di awal kehidupan anak dan tampil dalam bentuk permainan. Seperti kita ketahui bahwa usia Sekolah Dasar adalah usia bermain, kehidupan anak banyak dicurahkan untuk bermain. Bermain adalah mencoret, mencoreng, berteriak, meloncat, bergerak dan lainnya. Kegiatan bermain yang disenangi anak ini dapat diwujudkan dalam pendidikan seni baik itu seni rupa, tari maupun music. Kegiatan-kegiatan inilah yang diarahkan kepada pengembangan kreativitas.
Dengan demikian, berekspresi seni secara kreatif pada anak dimanfaatkan untuk membina dan mengembangkan kreativitas anak pada usia dini. Pendidikan merupakan usaha dalam membantu anak mencapai kesuksesannya, demikian pula dengan pendidikan seni. Karena itu, segala cabang dalam seni dapat digunakan sebagai media dalam bidang pendidikan. Seni sebagai cara dan seni sebagai sarana. Seni sebagai sarana/media pendidikan adalah konsep pendidikan seni yang sesuai bagi anak-anak sekolah dasar. Sedangkan seni sebagai tujuan yang utama seringkali diselenggarakan di sekolah-sekolah seni atau disanggar. Oleh sebab itu, untuk pendidikan seni di sekolah dasar, guru tidak mengajarkan bagaimana untuk menggambar, bagaimana untuk menari dan bagimana untuk menyanyi saja, tetapi juga harus mengarah kepada pembinaan dan pengembangan kreativitas untuk mengangkat bakat dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Dalam pendidikan seni, anak dibebaskan untuk mengekspresikan apa yang ada dalam jiwanya baik itu melalui gambar, kegiatan menyanyi ataupun gerakan-gerakan tari. Bebas berekspresi membuat anak dapat mengembangangkan apa yang ada dalam dirinya, kreativitas anak untuk menciptakan sesuatu juga semakin berkembang.
Pada usia SD, anak mengalami masa keingintahuan dan perkembangan kognitif, afektif maupun psikomotor yang cepat. Perkembangan anak ini akan terhambat jika mereka “dibunuh” rasa keingintahuan dan kreativitas mereka. Kreativitas anak pada masa ini sangat beragam sesuai dengan tingkat kematangan dan perkembangan otak mereka. Oleh karena itu, untuk menunjang perkembangan kreativitas anak agar tumbuh optimal, pendidikan seni memegang peranan yang sangat penting yaitu sebagai sarana yang dapat memfasilitasi anak dalam mengekspresikan pikiran dan jiwa mereka. Tentu dengan bimbingan dan arahan dari guru, pendidikan seni sangat membantu dalam meningkatkan dan mengoptimalisasikan perkembangan kreativitas anak.
Wallas (1976) dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001 mengemukakan empat tahap dalam proses kreatif yaitu:
1)    Tahap Persiapan; adalah tahap pengumpulan informasi atau data sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini terjadi percobaan-percobaan atas dasar berbagai pemikiran kemungkinan pemecahan masalah yang dialami.
2)    Tahap Inkubasi; adalah tahap dieraminya proses pemecahan masalah dalam alam prasadar. Tahap ini berlangsung dalam waktu yang tidak menentu, bisa lama (berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun), dan bisa juga hanya sebentar (hanya beberapa jam, menit bahkan detik). Dalam tahap ini ada kemungkinan terjadi proses pelupaan terhadap konteksnya, dan akan teringat kembali pada akhir tahap pengeraman dan munculnya tahap berikutnya.
3)    Tahap Iluminasi; adalah tahap munculnya inspirasi atau gagasan-gagasan untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini muncul bentuk-bentuk cetusan spontan, seperti dilukiskan oleh Kohler dengan kata-kata now, I see itu yang kurang lebihnya berarti “oh ya”.
4)    Tahap Verifikasi; adalah tahap munculnya aktivitas evaluasi tarhadap gagasan secara kritis, yang sudah mulai dicocokkan dengan keadaan nyata atau kondisi realita.



Slamet Suyanto (2005: 25) Tujuan pembelajaran seni adalah :
1.    Membantu anak mengekspresikan diri, melalui seni dapat meningkatkan kreatifitas anak dengan mewujudkan  imajinasinya dalam seni.
2.    Melatih anak untuk mencintai keindahan, kerapian dan keteraturan.
3.    Memberi kesempatan anak untuk mengenal berbagai benda, warna, bentuk, dan tekstur  secara kreatif dalam karya seni.
4.    Dapat melatih otot –otot halus seperti otot-otot jari tangan dan melatih koordinasi antara tangan dan mata.


2.2.4        Pengembangan Ekspresi
Ekspresi merupakan pernyataan kejiwaan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam mencari kepuasan. Ekpresi juga merupakan kebutuhan manusia dalam mengkomunikasikan isi hatinya kepada pihak lain. Berekpresi dalam seni berarti menuangkan isi hati dengan menggunakan sarana gambar, gerak, nada suara atau kata (Soehardjo, 1995). Bagi anak-anak art itu bisa dijadikan alat/sarana untuk berekpresi “a means of expretion” (Lowenfeld, 1982). Dalam berekspresi ini pikiran, perasaan dan emosi anak ikut berperan. Ekspresi sering dapat diartikan sebagai curahan jiwa/isi hati. Berlandaskan pada pengertian ini, ekspresi perlu dikembangkan pada anak sejak dini agar anak mampu mengemukakan isi hati, ide atau gagasan-gagasannya. Dengan demikian anak akan memiliki daya cipta, daya  menyesuaikan diri dalam suatu situasi, kemampuan menanggapi suatu  masalah, daya berpikir secara internal, dan kemampuan membuat analisis yang tepat. Berdasarkan konteks tersebut, maka ekspresi pada dasarnya merupakan kebutuhan dalam hidup manusia dalam mencari kepuasaan.

Ekspresi dapat dibedakan menjadi, yakni:
1. Ekspresi kreatif ialah ekspresi yang menghasilkan  sesuatu, seperti berkarya seni rupa.
2. Ekspresi tidak kreatif  ialah ekspresi yang tidak menghasilkan nilai-nilai kreatif di dalamnya, seperti senyum, menjerit dan menangis.
Dampak ekspresipun dapat dibedakan menjadi dampak ekspresi  yang positif dan ekspresi yang negatif. Fungsi pembinaan dalam hal ini  sangat menentukan. Dengan dibina anak akan mengekspresikan sesuatu  secara wajar yakni ekspresi yang disalurkan dengan penuh
kesadaran/disadari. Eksprsi yang negatif pada dasarnya disebabkan oleh bertumpuknya keinginan-keinginan anak yang tidak tersalurkan. Kalaupun tersalurkan biasanya melalui hal yang tidak wajar dan tidak disadari.
Ekspresi anak tentunya akan berbeda dengan ekspresi orang dewasa. Anak biasanya lebih bebas dalam berekspresi, karena anak relatif belum banyak pengetahuan tentang aturan-aturan/norma-norma yang mengikatnya. Karena ketidaktahuan inilah anak cenderung lebihbebas dan leluasa dan tidak takut salah, sehingga terkesan jujur dan spontan. Misalnya, lukisan tentang meja makan dengan empat kalinya tampak semua, atau lukisan tentang rumah yang penghuni dan isi rumahnya tampak dari luar seolah rumah kaca.














BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran seni rupa merupakan pembelajaran yang terdiri dari kegiatan apresiasi dan kreasi, serta menekankan adanya kreativitas pada siswa untuk mengekspresikan perasaannya ke dalam bentuk karya seni rupa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
Pendidikan seni sebagai bentuk untuk membentuk sikap dan kepribadian  anak yang mempunyai fungsi-fungsi jiwa yang meliputi fantasi, sensitivitas,  kreativitas dan ekspresi. Seseorang anak dapat berfantasi terhadap hasil karyanya,  melalui perasaan anak menuangkan ide gagasannya kedalam hasil karya  menjadikan anak sensitivitas, menjadikan anak memiliki kreativitas yang baik,  dan mengekspresikan hasil karya seni.ditentukan.
3.2  Saran
Makalah ini hanya sebagian kecil materi mengenai pendidikan seni sebaga fungsi-fungsi jiwa. Untuk itu, pembaca dapat mencari dari sumber-sumber lain yang terkait. Kami dari segenap penyusun memohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam penyampaian materi ini.








DAFTAR PUSTAKA
Herawati, Ida Siti. Iriaji. 1998. Pendidikan Seni Rupa. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi.
Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah seni musik tradisional nusantara

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Musik yang telah lama hidup dan berkembang di Negara Indonesia yang tercinta ini, diciptakan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan memiliki sifat turun-temurun secara tradisional dari generasi yang satu kegenerasi berikutnya. Dari proses pewarisan yang turun temurun inilah musik jenis ini hidup dan berkembang sampai saat ini. Musik-musik ini sering disebut dengan istilah musik tradisioal yang tersebar di seluruh Indonesia. Karena musik tradisional yang ada di Indonesia merupakan hasil karya cipta setiap suku bangsa (Batak, Dayak, Mentawai, Papua, Riau, Sunda, Jawa, Bali, dan sebagainya) yang hidup di bumi ini. Maka banyaknya jenis musik yang ada di tentukan oleh jumlah suku bangsa Indonesia yang cukup banyak. Selain itu, setiap suku bangsa yang hidup di Indonesia memiliki jenis musik yang berbeda dengan musik yang berkembang pada suku-suku bangsa lainnya di Negeri ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa musik tradisional adalah merup

Makalah Sejarah Linguistik

MAKALAH  SEJARAH LINGUISTIK Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Linguistik Umum Disusun oleh: Silvia Dewi Yasmaniar (15.3.01.0875)                                                         Dosen pembimbing Holik Mulyono S.Pd FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN STKIP PANGERAN DHARMA KUSUMA INDRAMAYU 2015 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.   Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang saya ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang linguistik dengan judul ”SEJARAH LINGUISTIK”. Dalam penyusunannya, saya memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang telah memberikan dukungan dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanal

Karya Ilmiah: Pengaruh Media Tanam Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kangkung

PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KANGKUNG KARYA ILMIAH Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran B iologi oleh: Catur Daniarsih Chintya Refilita Eva Oktaviani Silvia Dewi Yasmaniar Siti Rukoyah Sofiah Kelas:   XI I IPA 4 DINAS PENDIDIKAN NASIONAL SMA NEGERI 1 CIASEM Jalan Margasari 2 Sukamandi – Subang 41256 Telp.(0260) 520 190 Website : http//www.sman1ciasem.com Tahun Pelajaran 201 4 /201 5 Karya ilmiah yang berjudul PENGARUH MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KANGKUNG telah dibaca dan disetujui pada November 2014 oleh Kepala SMA Negeri 1 Ciasem,                                        Pembimbing, Ujang Sonjaya, S.Pd, M.M                                              Rina Linawati S.Pd . NIP 19641111198803100                                               NIP 197506221999032003 Ku persembahkan tuk: 1.       Bapak dan Ibu tercinta. 2.       Ibu gur