BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebagai salah satu lembaga pendidikan, sekolah membutuhkan
pelayanan BK dalam penyelenggaraan dan peningkatan kondisi kehidupan di sekolah
demi tercapainya tujuan pendidikan yang berjalan seiring dengan visi profesi konseling
yaitu: Terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya
pelayanan bantuan dalam memberikan dukungan perkembangan dan pengentasan
masalah agar individu berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
Namun untuk mencapai tujuan tersebut Konselor haruslah
memenuhi Asas dan Prinsip-prisip Bimbingan dan Konseling. Pemenuhan asas-asas
bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan
layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan
menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri. Begitu pula dengan
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling tidak bisa diabaikan begitu saja,
karena prinsip bimbingan dan konseling menguraikan tentang pokok-pokok dasar
pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang
harus di ikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan.Dan dapat juga
dijadikan sebagai seperangkat landasan praktis atau aturan main yang harus
diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa itu bimbingan konseling?
2. bagaimana sejarah bimbingan koseling?
3. Apa saja landasan-landasan dalam bimbingan
konseling?
1.3
Tujuan
1. Menjelaskan apaitu bimbingan konseling.
2. Menjelaskanbagaimana sejarah bimbingan koseling.
3. Menjelaskanapa saja landasan-landasan dalam
bimbingan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bimbingan Konseling
Bimbingan secara etimologi kata ini berasal dari keta
“guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti menunjukkan,
membimbing, menuntun, atau membantu.Sesuai istilahnya, maka secara umum
bimbingan dapat diartikan suatu bentuan atau tuntunan.
Sedangkan bimbingan dalam pendidikan di sekolah adalah proses pembisikan
bantuan kepada siswa agar ia sebagai pribadi, memiliki pemahaman yang benar
akan diri pribadinya dan akan dunia di sekitarnya, mengambil keputusan untuk
melangkah maju secara optimal dan perkembangan dan dapat memcahkan
masalah-masalah yang dihadapi.
Bimbingan amatlah penting peranannya, sebab semakin tinggi dan penting
peranannya, berbagai ilmu pengetahuan manusia di dunia, makin bertambahlah
masalah-masalah kehidupan manusia dan tata susunan masyarakat.Oleh karena itu,
melalui bimbingan siswa kelak dapat menyesuaikan diri setiap keadaan.
Defenisi bimbingan yang pertama kali dikemukakan dalam year’s Book of Education
1955 :
“Guidance is a process of helping individual through
their own effort to discover and develop their potentialities both for per
develop their potentialities both for personal happiness and
social use fullness”
Bimbingan adalah suatu proses
membantu individu melalui usaha sendiri untuk menemukan dan mengembangkan
kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.
Sedangkan menurut Dr. Moh. Surya mengemukakan bahwa :
Bimbingan adalah suatu pemberian bantuan yang terus menerus
dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian
dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarah diri dan perwujudan diri dalam
mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian
diri terhadap lingkungan
Banyak defenisi yang dipahami oleh beberapa ilmuan kita / para peneliti yang
satu sama lainterdapat perbedaan bahasa namun mempunyai makna dan tujuan yang
sama. Dari beberapa defenisi yang tertera di atas serta hasil bacaan di temui
yaitu :
- Bimbingan merupakan suatu proses berkeseimbangan.
- Bimbingan merupakan suatu proses pembantu individu.
- Bahwa bantuan diberikan kepada setiap individu.
- Agar individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
- Sasaran bimbingan adalah agar individu dapat mencapai kemandirian.
- Pendekatan pribadi atau kelompok yang memanfaatkan berbagai teknik dan media.
- Personil-personil yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam bidang bimbingan.
Konseling berasal dari bahasa Inggris “to counsel” yang secara etimologis
berarti “togive advice” yang berarti memberi saran dan nesehat. Menurut Rogers
(1992) ia mengemukakan “counseling is a serious of dire`t contacve with
the individual which amus to offer him assistanc in changing his attitude and
behavior”.
Konseling adalah serangkaian hubungan langsung dengan bertujuan untuk membantu
dia dalam bersikap dan tingkah laku.
Bimbingan dan konseling adalah
pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok
agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi,
sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995)
Bimbingan dan konseling merupakan upaya
proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat
perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif, pengembangan
lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya.
Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni
proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat
dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab yang
penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi dinamis antara
individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk mengembangkan, merubah
dan memperbaiki perilaku.
2.2 Sejarah Perkembangan Bimbingan Konseling
2.2.1 Sejarah Lahirnya Bimbingan Konseling
Gerakan
bimbingan lahir pada tanggal 13 Januari 1908 di Amerika, dengan didirikannya
suatu vocational bureau tahun 1908 oleh Frank Parsons yang utuk
selanjutnya dikenal sebagai “Father of The Guedance Movement in American
Education”. yang menekankan pentingnya setiap individu diberikan
pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai perbuatan dan
kelemahan yang ada pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan
secara intelijensi dengan memilih pekerjaan yang terbaik yang tepat bagi
dirinya.
Disinilah
pertama kalinya istilah Bimbingan (Vocational Guidance) dikenal,
tepatnya pada akhir abad ke - 19 hingga awal abad ke - 20 di Boston. Dengan
didirikannya biro yang bergerak di bidang profesi dan ketenaga kerjaan. Dengan
tujuan membantu para pemuda dalam memilih karir yang ia bidangi dan melatih
para guru untuk memberikan layanan bimbingan di sekolah.
Pada masa yang
hampir bersamaan, seorang konselor di Detroit Jasse B. Davis mulai
memberikan layanan Konseling Pendidikan dan pekerjaan di SMA (1898). Dan pada
tahun 1907 ia mencoba memasukkan program Bimbingan (Guidance) ke dalam
pengalaman pendidikan para siswa Central High School di Detroit.
Eli Weaver pada
tahun 1905 mendirikan sebuah komite yang diketuainya sendiri yaitu Students
Aid Committee Of The High School di New york. Dalam pengembangan komitenya,
Weaver sampai pada kesimpulan bahwa siswa butuh saran dan konsultasi sebelum
mereka masuk dunia kerja. Pada tahun 1920-an, para konselor sekolah di Boston
dan New York diharapkan dapat membantu para siswa dalam memilih sekolah dan
pekerjaan. Selama tahun 1920-an itu pula, sertifikasi konselor sekolah mulai
diterapkan pada kedua kota tersebut.(Bimo Walgito,2010:15)
Jika dilihat
dari perkembangannya, Bimbingan Konseling mula-mulanya hanya dikenal sebatas
pada bimbingan pekerjaan (Vocational Guidance), sebagaimana peran dari
Biro yang didirikan Frank Parson di Boston. Namun sebenarnya tidak hanya itu,di
sisi lain perkembangan Bimbingan Konseling pun merambah kebidang pendidikan (Education
Guidance) yang dirintis oleh Jasse B. Davis. dan sekarang dikenal pula
adanya bimbingan dalam segi kepribadian (Personal Guidance).
Pada dasarnya,
Bimbingan Konseling tidak hanya berkmbang pada bidang-bidang tersebut, namun
berkembang pula pada bidang-bidang lain yang meliputi pengertian dan praktek
bimbingan dan Konseling, seperti bimbingan dalam bidang sosial,
kewarganegaraan, keagamaan, dan lain-lain.
2.2.2 Faktor- Faktor yang Melatar Belakangi
Berkembangnya Bimbingan Konseling
Upaya layanan
bimbingan dan konseling secara profesional lahir di Amerika Serikat dan
berkembang pesat abad ke-20. Banyak faktor yang mendorong pesatnya perkembangan
disiplin ilmu ini, hingga mampu menerobos institusi-institusi pendidikan
khususnya sekolah. Sedikitnya, terdapat enam faktor yang mempelopori
perkembangan bimbingan dan konseling tersebut, di antaranya yaitu:
1.
Perhatian
pemerintah terhadap penduduk imigran yang datang ke Amerika Serikat dari
kawasan Eropa, mereka membutuhkan pekerjaan yang layak, dari situlah kemudian
mendapat layanan dari biro-biro vokasional pemerintah, yang melalui
penyuluhan-penyuluhan untuk mengarahkan bakat dan minat mereka agar pekerjaan
yang di dapat sesuai dengan potensi mereka.
2.
Pandangan
Kristen yang beranggapan bahwa dunia adalah tempat pertempuran antara kekuatan
baik dan buruk, atas dasar ini maka berbagai lembaga pendidikan di wajibkan
mengajarkan moral kebaikan agar anak didiknya kelak menjadi pemenang dalam
melawan kejahatan atau keburukan tersebut.
3.
Pengaruh dari
disiplin ilmu kesehatan mental yang pada awalnya memperjuangkan perlakuan
manusiawi kepada orang-orang yang terkena gangguan jiwa dan sedang di tampung
di rumah sakit. Kemudian disiplin ilmu ini melakukan gerakan antisipasi
terhadap gangguan mental kepada masyarakat. Sebab mereka berangggapan bahwa
gangguan mental dapat di cegah jika mampu dideteksi sejak dini.
4.
Dampak dari
gerakan testing psikologis yang semakin mengembangkan sayapnya dalam membuat
instrumen-instrumen berupa tes-tes kepribadian untuk menyeleksi karyawan di
berbagai perusahaan.
5.
Subsidi dari
pemerintah terhadap federal yang memungkinkan lembaga-lembaga pendidikan untuk
mengangkat beberapa konselor untuk menangani bimbingan karier, pendidikan
karier, penanggulangan kenakalan remaja, antisipasi terhadap penggunaan obat
bius, dan lain – lain
6.
Pengaruh dari
penyakit terapi nondirektif (client cetered therapy), yang dikembangkan oleh
Carl Rogers, dengan menggantikan pendekatan otoriter serta paternalistic dengan
pendekatan pada potensi personal kliennya.(Jareperpus,2011).
2.2.3Sejarah
Lahirnya Bimbingan Konseling di Indonesia
Di Indonesia sendiri, praktek Bimbingan
Konseling sebenarnya sudah lama diperankan, seperti berdirinya organisasi
pemuda Budi Utomo pada tahun 1908, hingga pada periode selanjutnya berdirilah
perguruan Taman Siswa pada tahun 1922 yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara
yang menanamkan nilai-nilai Nasionalisme di kalangan para siswanya.
Prinsip didaktik yang dipegang oleh
Perguruan Nasional Taman Siswa ini antara lain: kemerdekaan belajar, bekerja
dan menggunakan pendekatan konvergensi. Dari pola pendidikan Taman Siswa
tersebut telah nampak perhatian dan penghargaan terhadap potensi seseorang dan
kemerdekaan untuk mengembangkan potensi. Hal ini merupakan benih dari gerakan
bimbingan konseling.
Dengan diproklamasikannya kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan didiriknnya beberapa kementerian
pada waktu itu (ada Kantor Penempatan Kerja) yang salah satu kegiatannya
dilakukan di Kantor Penempatan Tenaga Kerja yang maksudnya untuk menempatkan
orang-orang agar dapat bekerja sesuai dengan kemampuannya dan ini menyerupai VocationalBureau
yang didirikan oleh Frank Parsons di Boston. Sekarang ini kantor Penempatan
Tenaga Kerja ini tumbuh menjadi Departemen Tenaga Kerja.
Dalam perkembangannya, bimbingan dan
konseling di Indonesia memiliki alur yang sama seperti halnya perkembangannya
di Amerika, yaitu bermula dari bimbingan pekerjaan (Vocational Guidance) lalu
merambah kepada bimbinganpendidikan (Education Guidance).
3.Landasan-landasan
Bimbingan Koseling
Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling
pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan
dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan
pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya
merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya
oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan
konseling.Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu
membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak
memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akanmudah goyah atau bahkan
ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak
didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran
terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi
taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien). Secara teoritik,
berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek
pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu
landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan
ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan
dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling tersebut :
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan
arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan
bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis,
etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama
berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis
tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan
filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran
filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan
bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para
penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson &
Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia
sebagai berikut :
- Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
- Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
- Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
- Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
- Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
- Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
- Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
- Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
- Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya
bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang
manusia itu sendiri.Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus
mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan
berbagai dimensinya.
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan
(klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi
yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b)
pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e)
kepribadian.
a. Motif dan Motivasi
Motif
dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku
baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki
oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya
maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi,
memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya
motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri
individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–,
menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada
suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang
membentuk dan mempengaruhi perilaku individu.Pembawaan yaitu segala sesuatu
yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek
psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat,
kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu.Pembawaan pada dasarnya
bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan
mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan
lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki
pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah.Misalnya
dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat
kurang (debil, embisil atau ideot).Demikian pula dengan lingkungan, ada
individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan
prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat
berkembang secara optimal.Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam
lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas
sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan
baik.dan menjadi tersia-siakan.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan
berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga
akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan
kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan
individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya :
(1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan
biologis dan kultural dalam perkembangan individu;
(2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual;
(3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial;
(4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif;
(5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral;
(6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier;
(7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan
(8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan
individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami
berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat
arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan
faktor pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari
psikologi.Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan
dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia
mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar
adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah
ada pada diri individu.Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan
pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses
belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan
dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar
terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah
: (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori
Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai
berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan
rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif..Dalam suatu
penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall
dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian
yang berbeda-beda.Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan
satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap.Menurut pendapat
dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai
sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya.Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah
penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian
diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral
maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri,
ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan
antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku
itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu
lainnya.Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya
konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya
yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan
atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat
beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori
Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori
Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi
dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari
Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self
dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003)
mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
- Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
- Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
- Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
- Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
- Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
- Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam
upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka
konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang
melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien).Selain itu, seorang
konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan
menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup
kliennya.Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan
yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya.Terkait dengan
upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang
aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya.Berkenaan
dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami
tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya.Oleh karena itu, agar
konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat
empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi
umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan
psikologi kepribadian.
3.
Landasan Pendidikan
Setiap masyarakat tanpa terkecuali senantiasa menyelenggarakan
pendidikan dengan berbagai cara dan sarana untuk menjamin kelangsungan hidup
mereka. Pada landasan ini, pendidikan akan ditinjau sebagai landasan bimbingan
dan konseling dari tiga segi:
a) Pendidikan sebagai upaya
pengembangan Individu Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Seorang
bagi manusia hanya akan dapat menjadi manusia sesuai dengan tuntutan budaya
hanya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu
tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya, kesosialisasinya,
kesosilaanya dan keberagamaanya.
b) Pendidikan
sebagai inti Proses Bimbingan Konseling. Bimbingan dan konseling mengembangkan
proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya. Kesadaran ini telah tampil
sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan Konseling secara meluas di Amerika
Serikat .pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan Konseling
adalah proses yang berorientasi pada belajar
c) Pendidikan lebih lanjut sebagai inti
tujuan Bimbingan tujuan dan konseling Tujuan Bimbingan dan Konseling disamping
memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada
umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena programprogram bimbingan dan konseling
meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang menyangkut
kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan emosional, serta
kematangan social.Hasil-hasil bimbingan dan konseling pada kawasan itu
menunjang keberhasilan pendidikan pada umumnya.
4. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang
individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia
hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan
pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di
sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan
tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi
dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam
proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan
timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat
terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan
dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal
antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki
latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003)
mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi
sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu :
(a)
perbedaan bahasa;
(b)
komunikasi non-verbal;
(c)
stereotipe;
(d)
kecenderungan menilai; dan
e)
kecemasan.
Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak
yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun
sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak
belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau
golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang
biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat
menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan
reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki
lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg
berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture
shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus
berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat
terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia,
Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling
multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural
sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia.Bimbingan dan
konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu
kesamaan di atas keragaman.Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih
berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan
kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bimbingan dan
konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu
mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku yang efektif,
pengembangan lingkungan, dan peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam
lingkungannya.
Gerakan
bimbingan lahir pada tanggal 13 Januari 1908 di Amerika, dengan didirikannya
suatu vocational bureau tahun 1908 oleh Frank Parsons yang utuk
selanjutnya dikenal sebagai “Father of The Guedance Movement in American
Education”. yang menekankan pentingnya setiap individu diberikan
pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai perbuatan dan kelemahan
yang ada pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara
intelijensi dengan memilih pekerjaan yang terbaik yang tepat bagi dirinya.
Landasan-ladasan bimbingan konseling terdiri dari:
1.
Landasan
filosofis
2.
Landasan
Psikologis
3.
Landasan
Pendidikan
4.
Landasan
Sosial budaya
3.2 Saran
Makalah ini hanyalah sedikit gambaran yang hanya
bisa kami sampaikan kepada pembaca.Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar