Kemajemukan masyarakat bukan hanya melintang secara horisontal, tetapi juga
berlapis-lapis secara vertikal. Tidak kurang dari 300 bahasa yang digunakan
pada kelompok-kelompok masyarakat. Jika indikator kebahasaan ini digunakan
mengidentifikasi kesukubangsaan dan kebudayaannya, maka paling tidak sebanyak
itu pulalah jumlah suku bangsa di Indonesia.
Keberagaman kebudayaan itu merupakan potensi bagi pengembangan
kesenian yang memiliki keunikan dan sekaligus menyiratkan kekhasan
masing-masing budaya di setiap daerah. Akan tetapi, di segi lain, kita juga
dihadapkan pada berbagai kasus seperti pergolakan, pertentangan etnik,
pluralisme budaya, dominasi budaya, dan sebagainya.
Menjadi
pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi, padahal eksistensi keberagaman
kebudayaan terjamin kelangsungannya, dan dapat hidup berdampingan di masa lalu.
Bagaimana peran kesenian dalam kondisi seperti ini, khususnya di bidang
pendidikan. Model pembelajaran macam apa yang diperlukan untuk memahami dan
menumbuhkan kesadaran, simpati, apresiasi, dan toleransi terhadap
perbedaan-perbedaan kulturan tersebut?
Dalam tataran ideologis, sebagai sistem nilai nasional kita sering
dikumandangkan semboyan "persatuan dan kesatuan", sebagai acuan
kebudayaan. Pandangan itu tampak terlalu menyederhanakan persoalan dan
mengabaikan kenyataan yang dihadapi.Pandangan ini merepresentasikan cara
pandang warisan kolonialisme dan imperialisme dagang yang berbunyi
"integrasikan dan kelolalah". Bukanlah dalam mempersatukan kepulauan-kepulauan
di Indonesia ini di bawah hegemoninya, proses yang makan waktu sekitar dua
ratus tahun, Belanda mengubah keragaman kompetitif menjadi keragaman hierarkis
yang di situ Jawa teratas (lihat Geertz, 1998).
Wacana politik atas nama persatuan dan kesatuan digunakan efektif
di masa lalu. Persatuan dan kesatuan dijadikan ideologi untuk meredam
kemajemukan kelompok, budaya, bahasa, ras dan struktur sosial, serta juga
kedalaman kesenjangannya.
Semua itu
merupakan upaya menafikan perbedaan, kebanggaan dan persaingan budaya yang
dinamis, yang dipandang dapat merintangi pembangunan serta meruntuhkan
persatuan dan kesatuan.
Tidak heran kalau muncul penyeragaman, demikian pula di bidang
kesenian. Seragam berarti disiplin, empati, kebersamaan, bermoral, estetik.
Sebaliknya, ketidakseragaman berarti tidak teratur, pembangkangan, anti
pembangunan, "nyleneh," tidak sopan, tidak disiplin.
Lebih menyedihkan lagi keseragaman, atau perilaku yang seragam
dipandang sebagai prestasi dan yang tidak seragam berarti tidak berprestasi.
Untuk hal ini masih lekat di bayangan kita "kuningisasi"
dalam berbagai bidang, dan kesenian pun mendapatkan imbasnya.
Kesenian rakyat sah menjadi kesenian yang dipertunjukkan jika
mendapat cap dan menempel di dalamnya persatuan dan kesatuan. Cap ini secara
sah diberikan oleh penguasa. Pengesahan ini telah mematikan roh kesenian lokal.
Kesenian lokal tidak lagi menjadi ruang persemayaman nilai,
pengetahuan dan keyakinan dari masyarakat pendukungnya. Kesenian lokal menjadi
kehilangan identitasnya karena harus tampil tidak dengan dirinya dan bukan
dalam habitat pertunjukannya.
Ketika
ramai persatuan dan kesatuan itu putus, yang terjadi adalah munculnya amuk
fenomena disorganisasi, disintegrasi, keretakan kelompok dan antarkelompok,
krisis multidimensi. Berkaitan dengan hal ini perlu didiskusikan wacana dalam
terminologi multikulturalisme sehubungan dengan pengertian masyarakat
multibudaya.
Konsep pendidikan
Pendidikan yang sebenarnya bukan hanya kemahiran
pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga membentuk sikap dan watak dari
hubungan individu dan sosial yangmembawa pewarisan nilai-nilai positif budaya
serta pembentukan sikap, pemahaman, dan hasrat untuk masa depan budaya yang
lebih baik. Filosofi pendidikan ini sangat terkait dengan pengkajian
terhadap
pendidikan, seni musik, dan pendidikan multikultural yang ketiganya terkait dengan
budaya.
Ditinjau dari fungsi pendidikan menurut
undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 Bab. II,
Pasal 3 dinyatakan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta
bertanggung jawab”.
Dua pandangan diatas menjelaskan bahwa pendidikan
secara umum merupakan pemberian pengetahuan pengalaman dan keterampilan kepada
peserta didik sehingga dapat membentuk perilaku positif dan dapat membangun
karakter mulia dalam upaya membentuk peradaban bangsa dengan memperhatikan
nilaikeragaman budaya yang dimiliki bangsa
Konsep Seni Musik
Plato berpendapat tentang musik dalam Seymour
& Harriet Ayer (1920:164) yang
mengatakan bahwa, “Music is
a moral law. Igives soul to the universe, wings to the mind,
flight to the imagination, and charm and gaiety to life and to
everything”. menggambarkan bahwa seni
musik merupakan bahasa emosi manusia terhadap alam semesta baik alam itu sendiri
maupun manusia yang menghuni alam tersebut yang memiliki akal dan pikiran serta imajinasi
untuk tetap menjalani kehidupan sehari-hari dengan ekpresi, sikap dan perilaku
yang saling menghargai (apresiasi), serta berusaha untuk membentuk harmonisasi atau keseimbangan.
Selanjutnya pendapat Plato tersebut dikembangkan
lagi oleh Friedmann (1980:100)
yang mengatakan bahwa: Musik adalah bahasa emosi dan emosi selalu
terhubung dengan pikiran manusia. Pemikiran terhubung dengan tindakan-tindakan
berkaitan dengan perilaku, dan bidang perilaku terhubung dengan moral. Sejalan dengan
Djohan (2009: 170) juga mengemukakan bahwa musik juga sebagai alat untuk
meningkatkan dan membantu perkembangan kemampuan pribadi. Perkembangan pribadi
meliputi aspek kompetensi kognitif, penalaran, inteligensi, kreativitas,
membaca, bahasa, sosial, perilaku, dan interaksi sosial. Kedua pandangan
tersebut memberikan gambaran bahwa seni musik secara konseptual pendidikan seni
musik dapat memberikan bekal pengalaman kepada peserta didik untuk dapat
membentuk interaksi, komunikasi, keadilan, kesetaraan, keharmonisan, dan
keindahan dalam keberagaman karakteristik individu (pemain) dan keberagaman
bentuk alat musik yang terlibat dalam sebuh performan musik. Hal ini jelas menggambarkan
suatu perpaduan budaya yang berbaur menjadi satu dengan mempertimbangkan azas
keharmonisan dan keindahan.
Sehingga dengan adanya bentuk manipulasi
masyarakat multikultur dalam peforman musik Seharusnya dapat
memberikan gambaran pada kehidupan manusia
yang multikultur. Dengan kata lain pendidikan
seni musik mengakomodir perbedaan dan kemajemukan kultur baik yang dimiliki oleh individual, sosial, dan budaya.
Konsep Pendidikan Multikultural
Kesatuan dan keragaman merupakan tujuan dan ideologi
bangsa yang terkenal dengan Pancasila, serta makna yang terkandung dalam
semboyan Bhinneka Tunggal Ika, serta makna yang terkandung dalam isi Sumpah Pemuda
pada tahun 1928 dan sekaligus merupakan tantangan dan juga dapat memungkinkan
terjadinya peramasalahan yang melanda bangsa Indonesia yang terus berlanjut dan
seakan-akan tidak ada akhir .
James A. Banks (2006:208) mengemukakan tentang
perlunya keseimbangan antara kesatuan dan keberagaman dalam rangka untuk
mencapai suatu kesatuan dalam negara atau bangsa. Jika hal ini tidak dilakukan,
maka akan berdampak pada penindasan kultur, etnis, bahasa, dan agama yang
sekaligus menjadikan mereka tidak memiliki
harapan untuk hidup dalam suatu negara atau bangsa.
Pemikiran lain juga dikemukakan oleh James A. Banks
(2006:201) menyatakan bahwa: Keanekaragaman juga menetapkan sekolah, perguruan
tinggi, dan universitas untuk mendidik siswa dalam lingkungan yang mencerminkan
realitas bangsa dan dunia dari beragam kelompok, bagaimana membuat keputusan
dan kegiatan yang mempromosikan keadilan sosial. Sebuah lingkungan sekolah yang
beragam memungkinkan siswa dari berbagai kelompok untuk terlibat dalam diskusi
untuk memecahkan masalah kompleks yang berkaitan dengan di negara multikultural
dan dunia. Secara historis pendidikan multikultural lahir di Amerika Serikat
terkait dengan adanya perbedaan dan permasalahan terhadap rasial, gender,
etnik, kesenjangan ekonomi dan politik, status sosial, dan pluralitas agama.
Hal ini menumbuhkan pemikiran kritis James A. Banks
dalam menyikapi permasalahan yang melanda Amerika. Dari beberapa permasalahan di
Amerika, dapat diambil beberapa permasalahan yang juga terkait dan terjadi di Indonesia,
seperti ketidakadilan, kesenjangan, kemajemukan, pluralitas agama, dan
kesetaraan. Lebih khususnya lagi kesenjangan dalam bidang pendidikan yang
sama-sama terdiri dari masyarakatmulti etnik, multi religius, dan multikultur.
Sehingga konsep dan pengimplementasian Pendidikan sesuai dan dapat diterapkan
di Indonesia. Untuk itu diperlukan upaya untuk merubah pendidikan yang dilakukan
secara monokultural menjadi pendidikan yang mengakomodir seluruh keragaman dan
perbedaan karakteristik peserta didik.
Para sosiolog baru menunjuk mendidik semua peserta
didik yang berada dalam budaya dominan yang memiliki hak istimewa dapat
menguasai budaya tersebut. Dan orang-orang yang berasal dari kelas atau etnis yang
berbeda cenderung berkinerja buruk. Mereka berpendapat bahwa sekolah budaya
yang dominan terlibat dalam kekerasan simbolik terhadap kelompok sosial yang dirugikan
oleh kurikulum monokultural, dan menyarankan untuk memperkenalkan elemen yang
lebih multikultural.
Zamroni (2011:140) menyatakan bahwa pendidikan
multikultural merupakan suatu
bentuk
reformasi pendidikan yang bertujuan untuk memberikan kesempatan yang setara
bagi
semua
siswa tanpa memandang latar belakangnya, sehingga semua siswa dapat meningkatkan
kemampuan yang secara optimal sesuai dengan ketertarikan, minat dan bakat yang
dimiliki. Pendidikan multikultural memberikan penyadaran sekaligus arahan bagi terciptanya
proses pembelajaran yang menjunjung tinggi karakteristik dan kenyamanan peserta
didik yang akan
berdampak
pada peningkatan kompetensi dan hasil belajar mereka.
Di samping itu, pendidikan multikultural dapat
diberlakukan sebagai alat bantu untuk menjadikan warga masyarakat lebih memiliki
karakter toleran, bersifat inklusif, dan memiliki jiwa kesadaran dalamhidup bermasyarakat,
serta senantiasa berperan dalam suatu masyarakat secara keseluruhan akan lebih baik,
manakala siapa saja warga masyarakat memberikan kontribusi sesuai dengan kemampuan
dan kesempatan yang dimiliki bagi masyarakat sebagai keutuhan. Dengan kata lain,
diperlukan pendidikan yang dap menumbuhkan kesadaran akanpentingnya kondisi keberagaman,
baik secara individu, sosial, masyarakat, maupun dalam kehidupan bernegara.
Pendidikan multikultral memiliki sifat seperti yang
dijelaskan James A. Bank (2010:3)
menyatakan
bahwa Pendidikan multikultural setidaknya memiliki tiga hal, yakni: ide atau
konsep, sebuah gerakan reformasi pendidikan, dan proses. Pendidikan multikultural
menggabungkan ide bahwa semua peserta didik tanpa memandang jenis kelamin
mereka,kelas sosial, dan etnis, ras, atau budaya karakteristik harus memiliki
kesempatan yang sama untuk
belajar
di sekolah. Gagasan lain yang penting dalam pendidikan multikultural adalah
bahwa
siswa,
memiliki kesempatan yang lebih baik untuk belajar di sekolah seperti yang saat
ini terstruktur daripada siswa yang berasal dari kelompok lain atau yang
memiliki budaya yang berbeda karakteristik.
Tujuan pendidikan multikultural adalah membantu
meningkatkan peri dan kepedulian unsur-unsur pendidikan baik itu pendidik,
peserta didik, masyarakat, maupun lembaga pendidikan terhadap permasalahan kultur
dan interaksi lintas kultur dalam rangka mewujudkan demokrasi dan ketidakadilan.
Pendidikan multikultural menggunakan lima dimensi
berikut:
a.
content integration;
berkaitan dengan sejauh mana guru menggunakan contoh, data, dan informasi dari
berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan kunci konsep, prinsip,
generalisasi, dan teori teori di daerah subjek atau disiplin mereka. Konten
integrasi menggambarkan pola pembelajaran terintegrasi yang memberikan
pengetahuan dan pengalaman pada peserta didik dengan menggunakan menggunakan
contoh-contoh, fakta, dan
informasi
yang mengilustrasikan keberagaman budaya yang ada, baik di lingkungan sekolah,
daerah, maupun internasional.
b.
construction process;
meliputi prosedur dimana perilaku sosial, ilmuwan, dan alam menciptakan
pengetahuan dalam disiplin ilmu mereka. Sebuah multikultural berfokus pada
konstruksi pengetahuan yang meliputi diskusi tentang cara bagaimana budaya
diasumsikan secara implisit, kerangka acuan, perspektif, dan bias dalam
disiplin yang mempengaruhi proses konstruksi pengetahuan. Pengkajian pengetahuan
pada proses konstruksi merupakan bagian penting dari pendidikan multikultural.
Guru membantu siswa untuk memahami bagaimana pengetahuan dibuat dan bagaimana
hal itu dipengaruhi oleh faktor ras, gender etnis, dan kelas sosial.
c.
prejudice reduction; berfokus
pada karakteristik sikap rasial peserta didik dan pada strategi yang dapat
digunakan untuk membantu siswa mengembangkan sikap rasial dan etnis yang lebih
positif. Sejak tahun 1960, ilmuwan sosial telah belajar banyak tentang
bagaimana sikap rasial pada anak-anak mengembangkan dan tentang cara-cara di
mana pendidik dapat merancang intervensi untuk membantu peserta didik
memperoleh perasaan lebih positif terhadap kelompok ras lainnya. Peserta dapat
membantu mengembangkan sikap rasial yang lebih positif jika gambaran realistis
dari kelompok etnis dan ras termasuk dalam sebuah konten/materi pengajaran,
secara konsisten alami, dan terintegrasi.
Melibatkan
peserta didik dalam perwakilan pengalaman dan kegiatan pembelajaran kooperatif dengan
siswa dari ras lainnya, kelompok juga akan membantu mereka untuk mengembangkan sikap
rasial dan perilaku yang lebih positif. Hal ini memberikan gambaran bahwa
pemberian pengalaman dalam rangka untuk memberikan kesadaran pada peserta didik
akan keberagaman kultur, maka diperlukan strategi untuk memberikan pengalaman,
kuantitas dan kualtias interaksi, saling membantu baik dalam sosialisasi maupun
dalam kelompok pembelajaran. Sehingga dapat terbentuk kerjasama antar kultur yang
beragam dan berdampak pada reduksi
prasangka
yang bersifat negatif terhadap masing-masing peserta didik.
d.
an equity pedagogy; dapat
diujudkan ketika guru menggunakan teknik dan metode pengajaran yang
memfasilitasi prestasi akademik peserta didik dari ras dan etnis yang beragam
dalam kelompok dan dari semua kelas sosial. Menggunakan teknik pengajaran yang
melayanipembebelajaran dan gaya budaya kelompok yang beragam dan menggunakan teknik
kerjasama pembelajaran dalamberbagai cara. Ini menggambarkan bahwa guru telah
terbukti secara efektif memberikan dan memunculkan pengetahuan, pengalaman,
kesadaran dan
sikap
peduli pada masing didik yang terdiri dari beragam ras, etnis bahasa, dan
group.
e.
school culture and social structure;
membutuhkan restrukturisasi budaya dan organisasi sekolah sehingga
peserta didikyang terdiri dari ras yang beragam, kelompok etnis, dan kelas
sosial akan mengalami kesetaraan pendidikan dan rasapemberdayaan. Dimensi
pendidikan multikultural melibatkan konseptualisasi sekolah sebagai unit
perubahan dan membuat perubahan struktural dalam lingkungan sekolah. Mengadopsi
teknik penilaian yang adil bagi semua kelompok, melakukan pelacakan,
dan menciptakan kepercayaan diantara guru dan semua peserta didik bahwa
semua peserta didik dapat belajar yang juga merupakan tujuan penting bagi sekolah
yang ingin membangunbudaya sekolah dan struktur sosial yang memberdayakan
dan meningkatkan peran untuk keberagamanpeserta didik.
Zamroni (2011:156-157) menyatakan pendidikan
multikultural memiliki tiga sasaran:
1. Pengembangan identitas kultural
yakni merupakan kompetensi yang dimiliki siswa untuk mengidentifikasi dirinya dengan
suatu etnis tertentu. Kompetensi ini mencakup pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran
akan kelompok etnis dan menimbulkan kebanggaan serta percaya diri sebagai warga
kelompok etnis tertentu.
2. Hubungan interpersonal.
Kompetensi untuk melakukan hubungan dengan kelompok etnis lain, dengan
senantiasa mendasarkan pada persamaan dan kesetaraan, serta menjauhi sifat syak
wasangka dan stereotip.
3. Memberdayakan diri sendiri.
Yakni suatu kemampuan untuk mengembangkan secara terus menerus apa yang
dimiliki berkaitan dengan kehidupan multikultural.
Ketiga sasaran ini merupakan kompetensi kultural. Secara
lebih detail, kompetensi kultural mencakup berbagai hal, antara lain:
a)kemampuan
individu untuk menerima, menghormati dan membangun kerjasama dengan siapapun
juga yang memiliki perbedaan-perbedaan dari dirinya;
b)
kompetensi kultural merupakan hasil dari kesadaran atas pengetahuan dan “bias kultural”
yang dimilikinya sebagai faktor yang mempengaruhi perbedaan kultur;
c)
proses pengembangan kompetensi kultural memerlukan pengembangan pengethuan, keterampilan,
sikap dan perilaku yang memungkinkan seseorang memahami dan berinteraksi secara
efisien dengan orang yang memiliki perbedaan kultur.
Peran Seni Musik dalam Pendidikan Multikultural
Berdasarkan gambaran konsep pendidikan, seni musik
dan pendidikan multikultural yang terah dijelaskan sebelumnya menjadi acuan tentang
peran seni musik dalam pendidikan multikultural yang akan dipaparkan di bawah ini.
Secara konseptual seni musik terhubung erat
dengan
pendidikan multikultural, hal ini dikarenakan karya seni musik secara
konseptual
terlahir
melalui pemikiran dan ide-ide kultur pencipta ataupun kultur dari beragam
orang. Dari pengolahan pemikiran tersebut lahirlah sebuah karya seni yang juga menggambarkan
tentang manifestasi alam, individu,
masyarakat, dan bahkan sebuah bangsa yang kesemuanya itu tidak terlepas dari gambaran
karekteristik kultur peserta didik dapat berinteraksi dan berkomunikasi secara
interkultural.
Musik menempati tempat yang signifikan dalam budaya
dunia dan sejarah mencatat dari semua peradaban. Musik memiliki kapasitas untuk
menyeberangi batas-batas sosial dan budaya. Ini memainkan berperan penting
dalam kehidupan budaya dan spiritual masyarakat. Penelitian musik memungkinkan
untuk ekspresi imajinasi, intelektual dan emosi, eksplorasi nilai mendorong
pemahaman tentang kesinambungan dan perubahan, serta koneksi antara waktu yang berbeda
dan budaya. Pendidikan seni musik dapat memberikan peranan yang signifikan
terhadap pelaksanaan pendidikan multikultural di Indonesia. Peran ini mengacu
pada lima dimensi yang dikemukakakan oleh James A. Banks, yakni;
(1)content
integration;
(2)construction
process;
(3)prejudice
reduction;
(4)
an equity pedagogy;
(5)school culture
and social structure
Dikaitkan dengan lima unsur utama kontenpendidikan
seni musik yang teritegrasi dengan pendidikan multikultural, yakni;
(1)
ekspresi;
(2)
apresiasi;
(3)
kreasi;
(4)
harmoni;
(5)estetika pada proses pembelajaran
dipersekolahan.
Secara konseptual sama memiliki tujuan untuk
membantu pendidik dalam pengembangan identitas etnik, hubungan interpersonal, dan
pemberdayaan diri. Ketiga dimensi ini harus dioperasionalisasikan sebagai dukungan
terhadap lima dimensi pendidikan multikulutral untuk mengembangkan sosial dan kognitif
peserta didik (Zamroni, 2001a:77).
Konsep pembelajaran merupakan pengintegrasian konsep
seni musik dengan lima
dimensi
dan disertai dengan tiga dimensi pendukung pendidikan multikultural. Sehingga
konsep
pembelajaran dapat menggambarkan peran seni musik dalam pendidikan multikultural.
Proses konstruksi pengetahuan meliputi prosedur ilmiah yang meliputi diskusi
tentang
cara-cara di mana budaya diasumsikan secara implisit, kerangka acuan,
perspektif, dan bias dalam disiplin yang mempengaruhi proses konstruksi
pengetahuan.
Guru memfasilitasi pesertadidik untuk melakukan penelitian
sederhana yang dimulai dengan asumsi-asumsi tentang lagu daerah dan melakukan
prosedur secara ilmiah, agar peserta didik dapat memahami bagaimana lagu daerah
itu diciptakan dan bagaimana pengaruh faktor ras, gender, etnis, dan kelas
sosial masyarakat yang berada di lingkungan sekitar lagu daerah tersebut
diciptakan. Proses konstruksi pengetahuan juga dapat dilakukan dengan diskusi
ilmiah tentang lagu daerah, misalnya merumuskan tentang defenisi, analisis
konten lagu daerah, dan nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada lagu daerah
tersebut dan pada akhir pembelajaran ditutup dengan reviewrefleksi
terhadap pembelajaran yang dilakukan dan pengambilan kesimpulan yang dipandu
oleh pendidik.
Reduksi prasangka (prejudice reduction) terfokus
pada karakteristik sikap rasial peserta didik dan pada strategi yang dapat
digunakan untuk membantu siswa mengembangkan sikap rasial dan etnis yang lebih
positif. Pendidik dapat membentuk kelompok dalam perporman terhadap lagu
daerah, sehingga akan membantu peserta didik untuk berinteraksi, berkomunikasi,
dan menumbuhkan sikap toleransi sesama mereka. Strategi ini dapat memberikan pengalaman
dan kesadaran, serta kepedulian peserta didik akan keberagaman akhirnya akan
mengurangi prasangka terhadap etnis sesama peserta didik atau etnis kelompok lain.Sehingga
dengan pengurangan prasangka justru akan menumbuhkan sikap terbuka dan terjalinnya
kerjasama, serta iklim kultur yang positif.
Kesetaraan pedagogi dapat diujudkan dengan
menggunakan teknik dan metode pengajaran yang memfasilitasi prestasi akademik
peserta didik dari ras dan etnis yang beragam dalam kelompok dan dari semua
kelas sosial. Pendidik memfasilitasi peserta didik untuk menumbuhkan iklim
akademik yang kondusif dengan memberikan kesetaraan dan tidak mengabaikan
keberagaman budaya baik tentang lagu daerah maupun tentang keragaman budaya
yang dimiliki oleh peserta didik dalam pembelajaran. Sehingga dapat menumbuhkan
pengetahuan, pengalaman, kesadaran dan sikap peduli pada masing-masing peserta
didik yang terdiri dari beragam ras, etnis bahasa, dan kelompok.
Setelah empat dimensi pendidikan multikultural dapat
diterapkan, maka proses selanjutnya adalah mengembangkan pemberdayaan budaya
sekolah dan struktur sosial yang lebih kompleks dan membutuhkan restrukturisasi
budaya dan organisasi sekolah sehingga peserta didik yang terdiri dari ras yang
beragam, kelompok etnis, dan kelas sosial akan mengalami kesetaraan pendidikan
dan rasa pemberdayaan.
Mengadopsi teknik penilaian yang adil bagi semua
kelompok, melakukan pelacakan, dan menciptakan kepercayaan di antara guru dan
semua peserta didik bahwa semua peserta didik dapat belajar dan sekligus
merupakan tujuan penting bagi sekolah untuk membangun budaya sekolah dan
struktur sosial yang memberdayakan dan meningkatkan peran untuk keberagaman
peserta didik. Dimensi inilah merupakan tahap akhir pendidikan multikultural
yang
terbentuk dan diawali dari proses transforamsi diri/individu, sekolah, dan transformasi
masyarakatyang melibatkan konseptualisasi sekolah sebagai unit perubahan dan
membuat perubahan struktural dalam lingkungan sekolah. Dan pada akhirnya menekankan
untuk melaksanakan tujuan utama dari pendidikan multikultural yakni untuk merestrukturisasi
kultur sekolah dan struktur sosial sehingga semua peserta didik akan memperoleh
pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk berfungsi
dalam bangsa dan dunia yang beragam etnis dan ras, serta memberikan jaminan
pada semua peserta didik dengan latar belakang yang berbeda merasa mendapat pengalaman
dan perlakuan yang setara.
Setelah pelaksanaan proses pembelajaran seni musik
dengan konten lagu daerah nusantara yang terintegrasi dengan kelima dimensi pendidikan
multi kulutral dan berdasarkan perspektif hasil pembelajaran, memiliki tiga sasaran
yang dikembangkan pada setiap diri peserta didik.
1. pengembangan identitas kultural. Peserta didik
memiliki kompetensi untuk mengidentifikasi dirinya dengan suatu etnis yang lain
sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan
serta percaya diri sebagai warga kelompok etnis tertentu.
2. hubungan interpersonal. Peserta didik dapat
melakukan hubungan dengan kelompok etnis lain, dengan senantiasa mendasarkan
pada persamaan dan kesetaraan, serta menjauhi sifat syak wasangka dan
stereotip.
3. memberdayakan diri sendiri. Peserta didik
memiliki kemampuan untuk mengembangkan secara terus menerus apa yang dimiliki
berkaitan dengan kehidupan multikultural.
Berdasarkan penjelasan di atas diidentifikasi
beberapa peran seni musik dalam pendidikan multikultural dari sisi peserta
didik sekaligus dapat berperan dan memberikan solusi pemecahan masalah bagi
pendidik, sekolah, lingkungan sosial masyarakat, dan bangsa Indonesia yang
mengacu pada konsep pendidikan seni musik terkait konten lagu daerah
nusantarayang terintegrasi dengan pendidikan multikultural.
1. kesempatan
dan pengalaman berekspresi kepada peserta didik dalam rangka mengakomodir rasa berseni
musik (sense of art) menumbuhkan dan menanamkan kesadaran akan keragaman
budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
2. Memberikan kesempatan dan menumbuhkan sikap
apresiasi terhadap kekayaan dan keanekaragaman budaya nusantara sebagai basis
budaya nasional pada zaman globalisasi. Dan memberikan kontribusi terhadap
pelestarian warisan budaya daerah.
3. peserta
didik dapat berkreasi dan menciptakan identitas kultur mereka sendiri yang
tetap memberikan perhatian pada budaya budaya nusantara atau budaya nasional
yang sudah ada.
4. peserta
didik dapat mengurangi prasangka dan stereotip, serta membentuk hubungan dan
komunikasi, serta menjaga harmoni atau keseimbangan dengan budaya-budaya yang
ada, dan menyadari sepenuhnya bahwa setiap budaya memiliki keunikan tersendiri.
5. peserta
didik dapat melihat keindahan dan kemolekan masing masing budaya, dan berusaha
untuk tetap melestarikannya, serta dapat menjadikan keragaman budaya sebagai
sebuah kekuatan dalam membangun budaya dan karakter bangsa Indonesia untuk masa
yang akan datang.
Berikut ini akan diberikan contoh pendidikan seni
musik terintegrasi pendidikan multikultur, yaitu dengan mengapresiasi dan
mengekspresikan musik dan lagu-lagu daerah nusantara yang memiliki karakteristik
dan keberagaman alat musik maupun keberagaman ritme/irama yang khas untuk
masing-masing daerah. Lagu tersebut dapat diekspresikan baik secara solo ataupun
secara bersama-sama (paduan suara/ansambel). Sehingga dapat diciptakan suasana
komunitas belajar (learning community) yang dapat memunculkan suasana
multikultur, baik dalam materi/kurikulum maupun dalam penggunaan metode
pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk memahami keberagaman dan
karakteristik individu serta keberagaman dan kekhasan masing budaya.
Ekplorasi konten pembelajaran dengan lima unsur
utama seni musik yang dibantu dengan penyediaan fasilitas/alat musik pada pembelajaran
tentang musik dan lagu daerah dapat memberikan pengetahuan, pemahaman, pengalaman,
performan dapat menumbuhkan kepedulian dan kesadaran untuk berpartisipasi langsung
terhadap budaya-budaya daerah di Indonesia sebagai basis budaya nasional Indonesia.
Selain budaya daerah sendiri, peserta didik dapat juga diperkenalkan budaya
daerah lain yang akan memperkaya pengetahuan, pengalaman yang dapat menumbuhkan
kesadaran dan kepedulian mereka terhadap rasa persaudaraan sebagai satu bangsa
dan satu negara yakni NKRI.
daftar pustaka
Makasih Soal seni budaya kelas 11
BalasHapus